Assalamualaikum,
Beberapa waktu lalu aku menulis tentang bagaiamana aku mengalami krisis identitas yang membuat down dan merasa cukup berat buat aku pribadi. Namun, perlahan tapi pasti aku waktu terus berjalan dan aku merasa bahwa aku perlu mencari solusi atas permasalahan mental diriku ini. Aku merasa setiap orang pasti pernah punya kondisi terburuk dalam hidupnya namun kondisi itu pasti akan berlalu dan hidup terus berjalan. Aku pernah dengar kutipan dari Pandji Pragiwaksono bahwa :
"ketika memiliki masalah sampai bingung harus bagaimana dan seperti apa, kita hanya perlu bertahan bahkan ketika kita tidak tau solusinya harus seperti apa".
Aku setuju, bahwa kenyataan waktu terus berjalan, kita tidak akan selamanya dalam kondisi terpuruk, seiring berjalannya waktu mungkin kita akan menjalani hari-hari dan melanjutkan hidup yang bisa kita jalani, tapi...
Baca juga : Menghadapi Krisis Identitas
Tapi rasanya begitu hampa kalau kita hanya menerima kondisi sebagaimana arus air membawa diri kita, betul! arus itu mungkin tidak membawa kita ke tempat yang jelek terus, bisa saja membawa kita ke laut yang tenang dan stabil namun tak selamanya, karena arus pasti akan selalu berjalan. Sempat juga mendengar kutipan dari buku The Life Plan karya Robert Ashton yang mengatakan bahwa :
"Jangan hanya mengikuti arus. Kita bisa menyerah dan hanyut terbawa arus namun kita harus berani belajar melawan arus. Ingat! hanya ikan mati yang hanyut mengikuti arus"
Betul sekali jika situasi kondisi pasti berubah dan waktu terus berjalan, mungkin dengan kita memilih diam pun pasti bisa terlewati situasi dan kondisi yang tidak nyaman tersebut tapi.. belum tentu terselesaikan. Banyak yang mendiamkan masalah yang akhirnya jadi bola salju yang menumpuk dalam batin dan mentalnya. Aku sangat setuju bahwa kita perlu segera bergerak untuk membenahi apa yang salah, namun sebelum itu dapat kita lakukan ternyata kita butuh tahapan penting, yang dimana kita tidak bisa melangkahi tahapan ini sebelum berupaya mencari solusi lain, yaitu Menerima.
Belajar Menerima
Hal ini yang sangat sulit dan butuh waktu bagi sebagian orang bahkan banyak orang tentang jalan takdir atau kondisi yang hadir dalam hidup dan sangat amat tidak nyaman. Saat mengalami krisis identitas aku berusaha keras mencari solusinya, bagaimana caranya situasi 'nyaman' itu kembali hadir, kembali menerka-nerka bagaimana cara agar aku dan suami kembali satu atap, dsb. Namun semua itu terasa menjadi sia-sia karena belum juga terwujud atau timming nya memang belum ada.
Mencari-cari solusi sambil hati penuh amarah, dendam dan kekesalan yang membuat ucapan dan perilaku terus-terusan mengeluh. Seperti tidak ramah pada orang-orang rumah, mudah kesal dengan hal-hal sepele, selalu mengingat dan meromantisasi masa lalu, overthingking, dsb. Hal ini membuat situasi semakin memburuk. Walau aku berdoa beribu-ribu kali namun terus-terusan bertanya dan menunggu "mengapa belum terwujud juga? mengapa belum terkabul juga?"
Ternyata saat itu aku belum selesai pada tahap awal, yaitu penerimaan. Ikhlas atas jalan takdir yang Allah beri salah satu tahapan yang harus dilewati, dan ini salah satu tahapan yang sungguh sangat sulit. Emosi negatif akan menghalani terkabulnya doa, karena Allah selalu sesuai dengan prasangka HambaNya :
"Aku sesuai Prasangka HambaKu (Hadist Qudsi)"
Perlahan tapi pasti aku belajar menerima, mengikhlaskan hal-hal ini yang tadinya tidak aku inginkan aku ubah menjadi 'hal ini yang aku butuhkan versi Tuhanku' karena aku meyakini bahwa Allah yang lebih tau sedangkan aku tidak tau apa-apa termasuk yang terbaik untuk diriku.
Aku mencoba melepaskan emosi negatif yang sudah membelenggu diri, aku mohon ampun atas segala keluh kesah dan kufur nikmat yang selama ini aku lakukan. Padahal jikalau saja aku mau lebih peka bahwasanya banyak kasih sayang, cinta bahkan kelembutan hati dari Allah melalui nikmat-nikmat kecil yang jauh lebih bermakna, ada banyak cinta dari orang tua, keluarga kepadaku tanpa syarat. Titik itu aku merasa bahwa aku dzalim pada orang-orang tersayang termasuk pada diriku sendiri.
Mengawali penerimaan aku memohon ampun dan banyak meminta maaf pada orang-orang terdekat juga pada diriku sendiri. Aku sadar bahwa terlalu lama terbelenggu pada emosi negatif yang sejujurnya merugikan diri sendiri. Namun disisi lain aku merasa bersyukur pernah melewati masa itu karena aku banyak belajar dan banyak merasakan berbagai perasaan yang muncul. Semakin mengenal diri dana apa yang diinginkan, disukai bahkan tujuan yang lebih baik.
Menyebar Kebaikan
Tahapan kedua setelah penerimaan adalah memberi kebaikan. Aku memprioritaskan diri untuk memberi kebaikan pada orang lain terutama orang-orang yang terdekat dirumah, kebaikan sekecil apapun yang bisa aku berikan. Semisal dulu aku jarang sekali tersenyum atau menyapa/mengobrol dengan orang-orang rumah karena kondisi mental yang tidak baik, sekarang aku upayakan untuk lebih ramah pada mereka. Berbuat baik bukan pada hal yang besar saja, sesederhana memberikan respon positif atau mengupayakan untuk lebih peka dan menolong dengan berkomunikasi lebih baik, berempati lebih baik.
Hal ini juga yang membuat aku lebih ingin 'produktif' atas apa yang bisa aku kerjakan sekarang, tidak mau terlalu memikirkan sesuatu tapi lebih dikerjakan saja apa yang aku bisa. Ini bisa terjadi karena aku sudha menerima, penerimaan ini membuat pikiran lebih jernih, emosi jauh lebih baik dan hal ini meningkatkan produktifitas.
Berserah
Aku masih terus berdoa, berharap pada Allah apa-apa yang menjadi hal yang aku inginkan dimasa depan namun sekarang sudah tidak memaksa. Sekarang lebih kepada berserah, aku mencoba belajar untuk tawakal, menyerahkan semuanya pada Allah dan berpasrah pada hasilnya.
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. At-Talaq : 3)
Aku tidak menunggu-nunggu dengan perasaan cemas apakah doaku akan terkabul segera atau tidak, saat ini aku tetap menunggu bedanya dengan hati yang optimis penuh syukur dan keyakinan bahwa sebentar lagi terkabul. Menungguku tidak sekeras kemarin, aku tidak memikirkan "kapan doa dikabulkan" tapi let it flow, aku menunggu sambil beraktifitas yang produktif, bersosialisasi dengan orang lain, menyebar kebaikan yang aku bisa dan tau-tau waktu doa itu diijabah datang, tidak terasa!
Kondisi terpuruk biasanya akan berlalu, tetep aja selalu jadi orang baik diantara banyak terpaan hidup. Nasehat para tetua jaman dulu adalah hanya waktu yg mampu menjawab. Karena setiap kondisi hidup dan perjalanan akan terus berjalan di saat waktu terus berputar.
ReplyDeletePaling sulit menerima dengan ikhlass ya. Kadang kita masih mengeluh, masih bertanya kenapa dll
ReplyDeletehal pertama juga sama mbak, menerima kejadian yang menimpa, setelah itu percaya jika bisa melalui semuanya, karena dulu tuh juga menghadapi banyak cobaan tapi bisa untuk melewati, sekarang harus berusaha lebih keras dan berdoa agar bisa melewatinya
ReplyDeleteKita harus selalu ingat selama hidup cobaan akan selalu ada tugas kita sebagai manusia adalah hadapi jalani dengan penuh rasa syukur dan sabar. Semangaat
ReplyDeleteMenerima ini walau terdengar mudah tapi kadang sulit juga sih, tapi kalau kita sudah ikhlas pasti menerima akan terasa lebih ringan dan menjadi pembelajaran untuk diri ya mbak.
ReplyDeleteSemangat Mbak...tetap berpikir positif, berserah, bertawakal, menyerahkan semuanya pada Allah dan berpasrah pada hasilnya.
ReplyDeleteKalau aku, makin matang usia, saat dalam kondisi dicoba dan diuji, berusaha mengingat "ini akan berlalu" jadi... let it flow
Kalau sedang mengalami cobaan, memang rasanya suka ingin bertanya kapan selesainya. Tapi, saya juga merasakan, semakin sering bertanya justru malah kayaknya lama banget. Jadi, ya, kurang lebih seperti tips di atas. Meskipun terkadang berat untuk awalnya.
ReplyDeletemasih belajar terus menerus untuk bisa menerima ketetapan allah dan bangkit lebih kuat dari sebelumnya
ReplyDeleteUntuk ikhlas menerima pastinya gak mudah oleh tiap orang, termasuk juga daku yang masih terus belajar akan hal itu, tapi memang itu harus dilakukan dengan yakin akan kuasa Allah. Semangat bisa kak Hikmah
ReplyDeleteDalam kondisi terpuruk Memang sebagai sarana bagi kita untuk muhasabah untuk melihat ulang apa yang sudah dilalui dan menata lagi langkah selanjutnya yang lebih baik, tentu menata niat dan hati yang paling penting
ReplyDeleteSelalu semangat Mbak, bahwa menerima segala hal yg terjadi dalam hidup kita bukan hanya pasrah semata melainkan ada harapan di baliknya. Biarkan "tangan" Allah yg bekerja.
ReplyDeletebeberapa kali dengeri podcast panji, tapi lupa sama quote yg itu. Saat ini, suamiku sedang berbeban berat soal pekerjaan, langsung tadi aku foto quotenya dan aku kirim ke dia. TFS mbak...Btw, tahap menerima itu memang awal dari penyembuhan yaa.. Inget banget dulu aku jg pernah mengalami krisis dan selama itu aku denial. Setelah bertekad utk accepted, ternyata aku perlahan bangkit.
ReplyDeleteAku juga akhir-akhir ini mulai treatment ke diri sendiri mengenai "Jangan sibukkan diri dengan kekhawatiran, ayo dzikr aja... dengan mengingat Allah terutama di pagi dan petang". Semoga Allah basuh kekhawatiran atau prasangka dengan rasa syukur dengan nikmat yang tlah Allah berikan di setiap detiknya.
ReplyDeleteBerat yaa..
Pasti.
Tapi semua itu tergantung bagaimana kita mengambil sudut pandang masalah.
Semoga dimudahkan segalanya, yasarallahu..
Menurutku kadang yang bikin lama tuh proses menerima ya mbak. Ada yang bener2 tersesat dalam prosesnya, di satu sisi ada yang malah berjalan ke arah positif seperti mendekati Tuhan, makin jadi pribadi yang baik krn introspeksi diri dll. Ya semuanya pilihan. Imho pilihan hari itu yang akan menentukan nasib kita yang sekarang.
ReplyDeleteTentu saja scara teori kudunya ke arah yang lebih baik, sehingga di masa sekarang bisa tahu hikmah atas kejadian itu. Sayangnya gak semua org bisa bahkan ada yg depresi atau melakukan hal lbh buruk. mereka2 ini yg butuh bantuan :(
semoga bisa segera bangkit ya mbak dari rasa terpuruknya. tentunya selain berusaha lewat berbagai cara kita tetap harus memohon bantuan Allah untuk bisa membantu kita tetap kuat menjalani berbagai fase kehidupan
ReplyDeleteBangkit dari keterpurukan memang tidak mudah ya mbak
ReplyDeleteTapi bukan berarti tidak bisa ya
Emang harus menerima dulu ya baru bisa menentukan langkah selanjutnya untuk bisa bangkit
Belajar menerima tuh proses yang paling capeeekkk banget Mak. Grieving kan ada beberapa step dan nggak linear tuh. Ada kalanya kita udah nerima, eh pas ada trigger ternyata masih bereaksi yang cukup bikin sensasi nggak enak di badan. Tapi memang harus diusahakan dengan mungkin agak dipaksa juga supaya bisa terlewati :')
ReplyDeleteBerserah memang cara terbaik di saat kondisi tidak baik2 saja mba. Aku selalu yakin bahwa hidup ga akan selamanya di bawah, ada suatu fase di mana kita akan kembali bangkit. Yg terpenting memang selalu doa kepada Nya, bersyukur dengan semua hal baik yg ada, dan berserah menunggu terkabulnya doa. Atau memang allah yg lebih tahu apa yg terbaik utk hamba Nya
ReplyDelete