Assalamualaikum,
Artikel ke-4 dari Challange Ramadhan BPN 2025 ini akan membahas salah satu lingkungan yang sangat mempengaruhi anak-anak tumbuh dan berkembang juga belajar. Di ramadhan challange BPN ini, aku akan fokus membahas tentang Parenting Montessori sebagaimana spesifikasi yang sudah aku pilih untuk dijalani saat ini. Sambil study montessori agaknya menulis artikel tentang hal ini akan sangat membantu diri juga orang tua dan orang dewasa lainnya untuk dapat mendampingi anak-anak lebih baik.
Semua orang sepakat bahwa lingkungan memainkan peran krusial dalam parenting karena menjadi tempat pertama bagi anak untuk belajar, tumbuh, dan berkembang. Montessori sendiri menekankan bahwa lingkungan yang disiapkan dengan baik dapat mendukung kemandirian, eksplorasi, dan rasa ingin tahu anak. Dengan memberikan lingkungan yang aman, teratur, serta kaya akan stimulasi yang sesuai dengan tahap perkembangan anak, orang tua dapat membantu membentuk karakter, kebiasaan, dan keterampilan hidup yang esensial sejak dini. Oleh karenanya, kita lihat mengapa kelas atau sekolah montessori begitu menekankan atau mengutamakan lingkungan yang dibentuk dan diciptakan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan anak-anak dalam eksplorasi dan membentuk diri mereka sendiri.
Selain itu, lingkungan yang positif dan mendukung juga berperan dalam membangun hubungan emosional yang sehat antara anak dan orang tua. Anak menyerap nilai-nilai, pola interaksi, serta cara menghadapi tantangan dari lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, menciptakan suasana yang penuh kasih sayang, menghargai kemandirian, dan memberikan kesempatan eksplorasi akan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan tangguh. Hal ini menekankan bahwa, lingkungan bukan hanya sekedar tempat atau fasilitas yang kita sediakan, melainkan diri kita sendiri atau orang tua/orang dewasa yang mendampingi anak-anak.
Respon dan Sikap Orang Dewasa sebagai Lingkungan
Lingkungan bukan hanya sekadar ruang fisik yang berisi fasilitas atau stimulasi yang mendukung perkembangan anak, tetapi juga mencakup orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya. Anak-anak adalah penyerap informasi yang handal; mereka menyerap bahasa, sikap, dan cara berinteraksi dari orang-orang di sekitar mereka. Oleh karena itu, sebagai orang tua atau orang dewasa, kita perlu menyadari bahwa perilaku, emosi, dan cara kita merespons situasi sehari-hari akan menjadi model bagi anak. Lingkungan emosional yang hangat, penuh kasih sayang, dan menghargai anak sebagai individu akan memberikan rasa aman dan kepercayaan diri yang kuat dalam diri mereka.
Artikel sebelumnya sempat membahas pendidikan sejak lahir yang disinggung tentang absorbent mind, hal ini salah satu hal yang membuktikan bahwa anak-anak sangat mudah menyerap informasi atau apapun yang hadir dan terasa oleh indera-nya. Bukan hanya hal-hal baik melainkan hal buruk-pun mereka akan terima dan serap begitu saja dan akan membentuk diri mereka. Sehingga ini hal yang harus kita waspadai atau lebih berhati-hati dalam bersikap atau merespon anak-anak.
Selain itu, penting bagi kita sebagai orang dewasa untuk menjaga keseimbangan emosi dan terus belajar menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Anak-anak tidak hanya membutuhkan arahan, tetapi juga contoh nyata dari sikap sabar, rasa hormat, dan keterampilan sosial yang sehat. Dengan menjadi lingkungan yang baik bagi anak, bukan hanya menyediakan fasilitas, tetapi juga menghadirkan kedewasaan dan kebijaksanaan, kita membantu mereka tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan holistik, baik secara intelektual, emosional, maupun sosial.
Salah satu aspek penting dalam lingkungan parenting adalah bagaimana kita merespons anak-anak dalam berbagai situasi. Respon yang kita berikan, baik secara verbal maupun nonverbal, akan membentuk cara anak melihat dirinya sendiri, orang lain, dan dunia di sekitarnya. Montessori menekankan pentingnya memberikan respon yang penuh kesadaran, menghargai usaha anak, serta menghindari reaksi yang berlebihan, baik dalam bentuk pujian maupun hukuman. Misalnya, ketika anak melakukan kesalahan, alih-alih langsung menegur atau memperbaiki, kita bisa memberikan ruang bagi mereka untuk berpikir dan menemukan solusinya sendiri. Dengan begitu, anak belajar dari pengalaman tanpa merasa takut untuk mencoba atau berbuat salah.
Selain itu, cara kita merespons emosi anak juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosional mereka. Ketika anak menangis, marah, atau merasa frustrasi, penting bagi kita untuk tetap tenang dan hadir secara emosional. Jika kita membalas emosi mereka dengan kemarahan atau mengabaikan perasaan mereka, anak bisa belajar bahwa emosinya tidak valid atau bahkan takut untuk mengekspresikan perasaannya di masa depan. Sebaliknya, dengan mendengarkan, mengakui perasaannya, dan membantunya mengelola emosi dengan cara yang sehat, kita membantu anak membangun kecerdasan emosional yang kuat. Respon kita bukan hanya sekadar reaksi sesaat, tetapi juga membentuk pola pikir dan karakter anak dalam jangka panjang.
Tips Memberikan Respon Tepat pada Anak
Berikut beberapa tips dalam memberikan respon yang tepat kepada anak agar lingkungan parenting menjadi lebih suportif dan positif:
1. Berhenti Sejenak Sebelum Merespons
Sebelum bereaksi terhadap perilaku atau emosi anak, ambil napas dalam dan berhenti sejenak. Ini membantu kita agar tidak langsung merespons dengan emosi, terutama saat menghadapi situasi yang menantang. Hal ini tentu tidak mudah, memberi jeda untuk ekspresi emosi apalagi didepan anak itu ternyata sungguh penting. Orang dewasa yang matang secara emosional tentu akan lebih mudah menghadapi hal ini.
2. Validasi Perasaan Anak
Alih-alih langsung mengoreksi atau menyuruh anak berhenti menangis, coba akui perasaan mereka terlebih dahulu. Contoh: "Ibu tahu kamu sedang kecewa karena mainannya hilang. Itu memang menyebalkan, ya.". Dengan begitu, anak merasa didengar dan belajar mengenali emosinya. Hindari menyalahkan atau menyudutkan anak atas perilaku yang ditimbulkan tapi coba kenali emosi yang mereka rasakan, hal ini juga membantu anak mengenali empati dan membangun hal ini.
3. Gunakan Nada Suara yang Tenang dan Lembut
Anak lebih responsif terhadap nada suara yang tenang dibandingkan nada tinggi atau marah. Gunakan suara yang lembut tetapi tegas untuk menunjukkan bahwa kita hadir dan mendukung mereka.
4. Berikan Batasan yang Jelas Tanpa Mengabaikan Emosi
Penting untuk tetap menetapkan aturan, tetapi dengan cara yang penuh kasih. Misalnya: "Aku tahu kamu marah, tapi melempar mainan bukan cara yang baik untuk menunjukkan perasaanmu. Ayo kita cari cara lain.". Hal ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi kita, namun hal ini menjadi sebuah skill yang memang perlu dicoba dan dilatih ya parents!
5. Fokus pada Proses, Bukan Hanya Hasil
Saat anak melakukan sesuatu, hindari pujian yang berlebihan seperti "Kamu hebat sekali!", tetapi fokus pada usaha mereka. Contoh: "Kamu berusaha keras menyusun balok ini, ya. Ibu lihat kamu sangat fokus!". Ini membantu anak menghargai proses belajar, bukan hanya hasil akhir.
6. Beri Anak Ruang untuk Menyelesaikan Masalah Sendiri
Jangan terburu-buru memberikan solusi saat anak menghadapi kesulitan. Coba tanyakan, "Menurutmu, bagaimana cara memperbaikinya?". Ini mendorong anak berpikir kritis dan percaya pada kemampuannya sendiri.
7. Jadilah Contoh dalam Mengelola Emosi
Anak belajar dari bagaimana kita merespons situasi. Jika kita bisa tetap tenang saat menghadapi masalah, anak pun akan belajar mengelola emosinya dengan cara yang sehat.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita sebagai pendamping anak-anak. Oleh karenanya menagapa parenting ini sebenarnya membuat kita terus belajar dan berkembangan menjadi diri yang lebih baik, mental dan emosional yang lebih matang. Karena nyatanya, anak-anak lah yang membantu kita menjadi sosok yang terus belajar dan berkembang lebih baik. Respon yang kita berikan sehari-hari, sekecil apa pun, membentuk pola pikir dan karakter anak di masa depan. Jadi, yuk, lebih sadar dalam merespons anak dengan penuh kesabaran dan kasih sayang!
Comments
Post a Comment